Jumat, 25 Oktober 2013

SENGKALAN


SENGKALAN
Oleh Sat Siswonirmolo
Sengkalan merupakan rangkaian kata-kata menjadi kalimat panjang yang memiliki makna, yang juga menandakan tahun perhitungan tahun jawa. Dalam tradisi jawa biasanya tahun dihitung menggunakan peredaran bulan, yang dalam bahasa jawa disebut , candra. Bermula dari sinilah kemudian susunan kata-kata menjadi rangkaian kalimat panjang yang menjadi penanda tahun tersebut disebut Candra sengkala.

Penunjukan dan pemaknaan dalam Sengkalan tersebut didasarkan menurut watak (sifat) setiap kata atau kalimat yang masing-masin bermakna angka tertentu. Tata cara pembacaan angka tahunnya dimulai dari belakang.

Menurut bentuk wujudnya, Sengkalan dibedakan menjadi 2 macam :
1. Berupa rangkaian kata menjadi kalimat disebut dengan Sengkalan Lamba.
2. Berupa rangkaian gambar lukisan yang disebut dengan Sengkalan Memet.

Dalam Bahasa Jawa, tembung sengkala  berarti 1) kecelakaan, halangan, 2) angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata, atau gambar yang mempunyai makna. Dalam artikel ini,  akan dibahas sengkala dalam arti angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata atau gambar yang mempunyai makna.
Kata sengkalan   ini berasal dari kata saka , dan kala . Saka adalah nama suku (Caka ) dari India yang pernah migrasi ke Jawa, dan kala yang berarti waktu, atau tahun. Jadi saka kala berarti Tahun Saka. Tahun Saka dimulai sejak Raja Saliwahana, Ajisaka, naik tahta, pada tahun 78 Masehi. Tembung saka berubah bunyi menjadi sangka , lalu berubah menjadi sengka. Tembung sengka diikuti tembung kala , menjadi sengkala .
Ada surya sengkala , yaitu sengkalan yang dibuat berdasar kalender surya (solar calendar), misalnya Tahun Masehi. Ada juga candra sengkala   yang dibuat berdasar kalender bulan (lunar calendar ), misalnya kalender Islam Hijriyah atau Kalender Jawa. Sengkalan boleh memakai kalender Masehi, Islam, atau Jawa.
Sengkalan dapat dipakai untuk menandai lahirnya seseorang, berdirinya suatu lembaga, daerah, kota, negara,  atau berdirinya suatu bangunan (istana, kantor, gapura). Bisa juga untuk menandai kematian, berakhir, bubar, atau ditutupnya suatu lembaga. 
Ada sengkalan lamba, miring, memet , dan sastra . Sengkalan lamba mempergunakan kata-kata yang sederhana , misalnya "Buta Lima Naga Siji".   Buta berwatak 5, lima berwatak 5, naga berwatak 8, dan siji berwatak 1, setelah digabung menjadi 5581, lalu dibalik, berarti tahun 1855.
Sengkalan miring merupakan sengkalan lamba juga, tetapi mempergunakan kata-kata miring (padanan), yang lebih rumit daripada  sengkalan lamba. Misalnya sengkalan "Lungiding Wasita Ambuka Bawana ". Kata lungid berarti tajam; yang dimaksud adalah tajamnya senjata (gaman ), gaman mempunyai watak 5. Kata wasita berarti pitutur jati , atau nasihat suci; pitutur jati berkaitan dengan resi, wiku , atau pandhita yang berwatak 7. Yang dimaksud dengan kata ambuka, adalah lawang atau gapura yang berwatak 9, dan kata bawana maksudnya adalah bumi yang berwatak 1. Diperoleh angka 5791, yang berarti tahun 1975.
Contoh lain, misalnya "Naga Salira Ambuka Bumi ". Naga dan salira merupakan lambang angka 8, ambuka lambang 9, dan bumi lambang 1. Jadi tersusun 8891. Susunan angka ini harus dibalik, sehingga menjadi tahun 1988.  
Menurut buku Babad Tanah Jawi (sejarah Majapahit), runtuhnya kerajaan Majapahit ditandai dgn sengkalan "Sirna Ilang Kretaning Bumi" , masing-masing menunjukkan angka 0, 0, 4, dan 1, lalu dibalik menjadi 1400 Tahun Saka atau 1478 M. Gedung DPRD Wonosobo diberi sengkalan  "Sabda Pandhawa Raga Nyawiji ", karena didirikan pada tahun 1957. Contoh lain, misalnya ada orang yang lahir pada tahun 2011 M. Mula-mula angka ini dibalik menjadi 1102, lalu pilih kata yang dianggap cocok, misalnya "Aji Budaya Muluk Samya ". Artinya: nilai budaya yg terbang (manfaat, berkembang) bersama sesama.
Sengkalan memet memakai lukisan, gambar, atau ornamen, atau memakai Huruf Jawa. Sengkalan memet dapat dijumpai pada arca, candi, atau gedung.
Di bagian bagian atas gapura magangan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ada ornamen dua naga, yang ekornya ke mengarah atas, lalu melilit, menyatu. Ornamen ini dibaca "Dwi Naga Ngrasa Tunggal" . Dwi berwatak 2, naga berwatak 8, ngrasa berwatak 6, dan tunggal berwatak 1. Diperoleh susunan angka 2, 8, 6, dan 1,sehingga diperoleh tahun 1682, yaitu saat dibangunnya bagian itu.
Di kraton Surakarta, ada ornamen yang dibaca "Naga Muluk Tinitihan Janma" . Naga berwatak 8, muluk (terbang) berwatak 0, tinitihan (ditunggangi) berwatak 7, dan janma (manusia) berwatak 1; setelah digabung menjadi 8071, setelah dibalik menjadi 1708.
Sengkalan merupakan chronogram (Yunani; chrono : waktu, gramma : huruf). Chronogram adalah kalimat yang menyembunyikanangka-angka, yang berkaitan dengan tahun. Sebagai contoh, kalimat AM ORE M ATV RI TAS, jika diambil huruf yg bold , menjadi MMVI, lambang angka Romawi untuk tahun 2006. M y D ay C losed I I n I mmortality, adalah chronogram , yang menunjukkan tahun wafatnya Ratu Elizabeth I, MDCIII= 1603.

 Berikut adalah tembung (kata) dan wataknya.
Watak 1 (satu)
Benda atau sifat yang berwatak 1, adalah:
1. Cacahnya satu: aji (harga, nilai), bangsa , bathara , budaya, budi , dewa , dhara (perut), gusti, hyang, nabi, narendra , narpa (raja), narpati (raja), nata (raja), pangeran, praja (negara), raja, ratu. swarga (surga), tata (aturan), wani (berani), wiji (biji), urip (hidup).
2  Bentuknya bulat: bawana (bumi), bumi , candra (bulan), jagad (bumi), kartika (bintang) rat (bumi), srengenge (matahari), surya (matahari), wulan (bulan).
3. Berarti ‘satu’: eka, nyawiji (menyatu) , siji, tunggal.
4. Berarti ‘orang’: janma, jalma, manungsa, tyas, wong

Watak 2 (dua)
Benda atau sifat yang berwatak 2, adalah:
1. Cacahnya dua : asta (tangan), kuping, mata, netra, paningal (mata), soca (mata),  swiwi (sayap), talingan (telinga), sungu (tanduk), supit.
2. Fungsi no 1 di atas: ndeleng (melihat), ndulu (melihat),  ngrungu (mendengar)
3. Berarti ‘dua’: apasang, dwi, kalih, kembar, penganten.

  Watak 3 (tiga)
1. Berarti ‘api’ : agni , dahana , geni , pawaka , puji
2. Sifat api: benter (panas), murub (menyala), kukus (asap), panas , sorot , sunar (sinar, cahaya), urub (nyala).
3. Berarti ‘tiga’: hantelu, mantri , tiga, tri, trisula, trima, ujwala, wredu

Watak   4 (empat)
1. Berkaitan dengan air: bun (embun), her , tirta, toya, samodra,   sendang, segara (laut), sindang, tasik (laut), wedang, udan.  
2. Berarti ‘empat’: papat, pat, catur, sekawan, keblat, warna (kasta)
3. Berarti ‘bekerja’: karya, karta, kirti, kretaning, pakarti

Watak 5 (lima)
1. Cacahnya lima: cakra (roda), driya (indra), indri, indriya, pandawa
2. Berarti ‘raksasa’ : buta , danawa, diyu, raseksa, raseksi, wisaya, yaksa
3. Berarti ‘senjata’: bana, gaman , panah, pusaka, sara, jemparing , warajang, lungid (tajam)
4. Berarti ‘angin’ : angin , bayu, samirana, maruta, sindung
5. Berarti ‘lima’: lima , gangsal, panca, pandawa

Watak   6 (enam)
1. Berkaitan dengan ‘rasa’: amla, asin, dura, gurih, kecut, legi pait, pedes, rasa, sinesep, tikta
2. Benda ‘asal rasa’: gendis, gula, uyah
3. Berarti ‘enam’: nem, retu (enam tahun), sad,
4. Hewan ‘berkaki enam’: bramara, hangga-hangga (laba-laba),   kombang, semut , tawon

Watak 7 (tujuh)
1. Berkaitan dengan ‘petapa’: biksu, dhita, dwija, muni , pandhita, resi, sabda, suyati  wiku, yogiswara, wasita
2. Berarti ‘kuda’ : aswa, jaran, kapal, kuda, turangga , wajik.
3. Berarti ‘gunung’: ancala , ardi, arga, giri, gunung, prawata, wukir
4. Berarti ‘tujuh’: pitu, sapta,

Watak 8 (delapan)
1. Berkaitan dengan ‘hewan melata’ : bajul, baya, bunglon, cecak,   menyawak, slira, tanu, murti.  
2. Berarti ‘gajah’: gajah, dirada , dwipangga, esthi, kunjara, liman,  matengga  
3. Berarti ‘naga’: naga, sawer, taksaka , ula
4. Berarti delapan : asta, wolu  

Watak   9 (sembilan)
1. Benda ‘berlubang’: ambuka, babahan, butul (tembus), dwara, gapura, gatra (wujug), guwa, lawang, rong, song, trusta, wiwara, wilasita,   
2. Berarti ‘sembilan’: nawa, raga, rumaga, sanga.

Watak 0 (nol)
1. Bersifat tidak ada atau hampa: asat, boma, gegana, ilang , murca (hilang) , musna , nir (tanpa), sirna (hilang),  suwung, sunya, tan,   umbul (melayang).
2. Berarti ‘langit’: akasa, gegana, dirgantara, langit, swarga, tawang ;
3. Sifat langit: duwur, inggil, luhur
4. Bersifat menuju langit : tumenga, mumbul, muluk, mesat

Untuk membuat sengkalan, kalimat harus punya makna yang utuh, puitis, dan indah.
Untuk tahun 2012 ini ada beberapa contoh sengkalan seperti :
Nyawang Praja Adoh Lumaku.
Nyekel Bumi Tanpa Tangan.
Manembah Gusti tanpa Mata.
Manembah Gusti Swarga Keasta.
Nyembah Gusti tanpa Swiwi, dll.


Huruf Carakan


 Sejarah terciptanya 20 huruf bahasa Jawa yang disebut Hanacaraka atau Carakan Jawa dimana Hanacaraka ini menurut sejarah diciptakan oleh Raja Sariwahana Ajisaka yang bertahta di India, beliau jugalah yang menciptkan perhitungan kalender tahun Saka sebelum munculnya Kalender Jawa ciptaan Sultan Agung Mataram. Huruf Hanacaraka ini terdiri dari 20 aksara berupa suku kata yang terbagi menjadi 4 baris. Setiap suku kata dan setiap barisnya masing-masing memiliki makna filosofis mengenai kehidupan manusia dari semenjak lahir hingga meninggal.



Berikut ini adalah makna filosofis ke dua puluh suku kata yang membentuk aksara Jawa ini : 
1. Ha berarti Hidup 
2. Na berarti Hampa 
3. Ca berarti Cahaya atau Nur 
4. Ra berarti Ruh atau Rasa 
5. Ka berarti Menyatu atau Berkumpul 
6. Da berarti Menjadi atau Berwujud 
7. Ta berarti Titik atau Noktah 
8. Sa berarti sebuah atau suatu 
9. Wa berarti bentuk atau wujud 
10. La berarti abadi atau langgeng 
11. Pa berarti meninggal atau wafat 
12. Dha berarti berdagang atau jual beli 
13. Ja berarti Jiwa atau berjiwa 
14. Ya berarti sabda atau firman Tuhan 
15. Nya berarti pasrah 
16. Ma berarti sebab akibat 
17. Ga berarti pendamping, suami istri 
18. Ba berarti hamil atau mengandung 
19. Tha berarti tumbuh, bersemi, berkembang 
20. Nga berarti alam fana atau dunia


Uraiannya :
Ha Na Ca Ra Ka 
Hanacaraka berarti adanya utusan manusia (Hana kong-kongan = Bahasa Jawa). 
Secara filosofis diartikan sebagai adanya utusan dari Tuhan yang Maha Esa dua orang utusan, seorang pria dan wanita.


Da Ta Sa Wa La
Datasawala berarti terjadi perselisihan atau peperangan (Padha Peperangan = Bahasa Jawa). 
Secara filosofis diartikan sebagai timbulnya perpecahan diantara ke dua utusan tersebut.


Pa Dha Ja Ya Nya
Padajayanya berarti mereka sama-sama saktinya (Padha Digdayane = Bahasa Jawa) 
Secara filosofis diartikan bahwasanya kedua jenis manusia tersebut (pria dan wanita) dalam menjalani kehidupan sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing namun bisa saling melengkapi satu sama lainnya.


Ma Ga Ba Tha Nga
Magabathanga berarti tak ada yang menang dan tak ada yang kalah, keduanya sama-sama meninggal (Sampyuh = Bahasa Jawa) 
Secara filosofis diartikan pada akhirnya kedua jenis manusia tersebut (pria dan wanita) akan meninggal dan menjadi sesuatu yang tiada berguna namun demikian usaha dan upaya yang telah dilakukan selama mereka hidup hanya memberikan kepuasan keduniawian semata.

Apabila diringkas dalam bahasa yang sederhana maka makna dari 4 baris ke 20 aksara Hanacaraka Carakan Jawa tersebut memberi petuah kepada kita bahwasanya selama kita hidup di dunia ini tak ada yang langgeng lestari. Kesuksesan duniawi pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang tak berguna setelah kita meninggal nantinya. Ibarat kata : Kekayaan dan Uang tidak akan dibawa sampai ke liang kubur kita. Makna spiritual yang hendak disampaikan adalah tak peduli kita pria atau wanita maka hendaklah bisa seimbang secara duniawi dan spiritual dalam menjalani kehidupan ini agar bisa mencapai kebahagiaan hakiki.

Kidung Kanjeng Sunan Kalijaga

KIDUNG RUMEKSO ING WENGI

Ana kidung rumekso ing wengi ……………………....ada sebuah kidung dimalam hari
Teguh hayu luputa ing lara ………………………….. untuk keselamatan dari rasa sakit
Luputa bilahi kabeh ……………………………… ......dan terhindar dari segala macam mara bahaya
Jim setan datan purun …………………………........... Jin dan setan tidak ada yang berani mengganggu
Paneluhan tan ana wani ……………………......…… teluhpun tidak akan berani
Miwah panggawe ala ……………………...………… ataupun perbuatan yang tercela
Guna neng wong luput …………………….………… kerjaan orang yang salah
Geni atemahan tirta …………………………….…… api akan menjadi air
Maling adoh tan ana ngarahing mami ……............. Pencuri pun akan menjauh dariku
Guna duduk pan sirna …………………………..…… guna guna pun akan sirna
Sakheng lara pan samya bali ……………………….segala macam penyakit akan kembali
Sakheng ngama pan sami miruda ………………...... segala macam hama akan mundur tanpa dibasmi
Welas asih pandulune ………………………………… karena yang terlihat hanyalah kasih sayang
Sakheheng braja luput ………………………..............segala macam senjata tajam dari besi akan terhindar
Kadi kapuk tiba neng wesi ………………………….. bagaikan kapas menerjang besi
Sato galak tutut …………………………………………… hewan buas akan menjadi jinak
Kayu aeng, lemah sangar ……………………………….. kayu besar, tempat tempat wingit
Songing landak, guane wong, lemah miring ………….. rumah landak dan gua
Myang pakiponing merak ………………………………. sampai sarangnya burung merak
Pagupakaneng warak sakalir …………………………….tempat pemandian badak
Nadyan arca myang segara asat ………............ walaupun patung yang sangup membuat laut mengering
Temahan rahayu kabeh …………………………………… akan selamat sejahtera
Apan sarira ayu ………………………………………….. akan beruba menjadi menawan
Ingideran kang widadari …………………………………… dikelilingi bidadari
Rumeksa Makaikat lan sagung pro Rosul …….. dilindungi oleh para malaikat dan segenap Rosul
Pinayungan ing Hyang suksma ……………………………..terlindungi oleh Yang Maha Esa
Ati Adam utekku baginda Esis ………………..hatinya bak Nabi Adam, otaknya seperti baginda esis
Pangucapku yaa Musa …………………………..……. ucapannya seperti nabi musa
Napasku Nabi Isa Linuwih …………………………………… nafasku seperti nabi Isa nabi pilihan
Nabi Yakub pamiarsaningwang …………………………… nabi Yakub adalah penglihatanku
Daud swaraku mangke …………………………………… nabi Daud suaraku
Nabi Ibrahim nyawaku …………………………………… nabi Ibrahim nyawaku
Nabi Sulaiman kasekten mami …………………………….. nabi Sulaiman kesaktianku
Nabi yusuf rupengwang …………………………………… nabi Yusuf wajahku
Idris ing rambutku …………………………………… Idris rambut
Baginda Ali kulitingwang …………………………………… baginda Ali kulitku
Abu Bakar getih, daging Umar singgih ……………… Abu Bakar darahku, Umar dagingku
Balung baginda Usman …………………………………… tulangku baginda Usman
Sumsum insun Fatimah linuwih………………………….. sumsumku Fatimah, wanita pilihan
Siti Aminah bayuneng angga……………………………… Siti Aminah angin didalam tubuhku
Ayub ususku mangke…………………………………… nabi Ayub kesabaranku
Nabi Nuh ing jejantung …………………………………… nabi Nuh detak jantungku
Nabi Yunus ing otot mami ………………………………. nabi yunus otot ku
Netraku yaa Mohammad …………………………………… mataku nabi Muhammad
Pamaluku Rosul …………………………………… nabi terakhir
Pinayungan Adam Hawa …………………………………… terlindungi oleh Adam dan Hawa
Sampun pepak sakathaheng para Nabi …………….. sudah komplit segenap para nabi
dadiyo sarira tunggal ………………………… semoga menjadi senyawa didalam tubuhku

Free Blog Content