SENGKALAN
Oleh Sat Siswonirmolo
Sengkalan
merupakan rangkaian kata-kata menjadi kalimat panjang yang memiliki makna, yang
juga menandakan tahun perhitungan tahun jawa. Dalam tradisi jawa biasanya tahun
dihitung menggunakan peredaran bulan, yang dalam bahasa jawa disebut ,
candra. Bermula dari sinilah kemudian susunan kata-kata menjadi rangkaian
kalimat panjang yang menjadi penanda tahun tersebut disebut Candra sengkala.
Penunjukan
dan pemaknaan dalam Sengkalan tersebut didasarkan menurut watak (sifat)
setiap kata atau kalimat yang masing-masin bermakna angka tertentu. Tata cara
pembacaan angka tahunnya dimulai dari belakang.
Menurut
bentuk wujudnya, Sengkalan dibedakan menjadi 2 macam :
1.
Berupa rangkaian kata menjadi kalimat disebut dengan Sengkalan Lamba.
2.
Berupa rangkaian gambar lukisan yang disebut dengan Sengkalan Memet.
Dalam
Bahasa Jawa, tembung sengkala berarti 1) kecelakaan,
halangan, 2) angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata, atau gambar yang
mempunyai makna. Dalam artikel ini, akan dibahas sengkala
dalam arti angka tahun yang dilambangkan dengan kata-kata atau gambar yang
mempunyai makna.
Kata
sengkalan ini berasal dari kata saka , dan kala . Saka
adalah nama suku (Caka ) dari India yang pernah migrasi ke Jawa, dan
kala yang berarti waktu, atau tahun. Jadi saka kala berarti Tahun
Saka. Tahun Saka dimulai sejak Raja Saliwahana, Ajisaka, naik tahta, pada tahun
78 Masehi. Tembung saka berubah bunyi menjadi sangka ,
lalu berubah menjadi sengka. Tembung sengka diikuti tembung
kala , menjadi sengkala .
Ada
surya sengkala , yaitu sengkalan yang dibuat berdasar kalender
surya (solar calendar), misalnya Tahun Masehi. Ada juga candra
sengkala yang dibuat berdasar kalender bulan (lunar calendar
), misalnya kalender Islam Hijriyah atau Kalender Jawa. Sengkalan boleh
memakai kalender Masehi, Islam, atau Jawa.
Sengkalan dapat dipakai
untuk menandai lahirnya seseorang, berdirinya suatu lembaga, daerah, kota,
negara, atau berdirinya suatu bangunan (istana, kantor, gapura). Bisa
juga untuk menandai kematian, berakhir, bubar, atau ditutupnya suatu
lembaga.
Ada
sengkalan lamba, miring, memet , dan sastra . Sengkalan
lamba mempergunakan kata-kata yang sederhana , misalnya "Buta
Lima Naga Siji". Buta berwatak 5, lima berwatak 5,
naga berwatak 8, dan siji berwatak 1, setelah digabung menjadi 5581,
lalu dibalik, berarti tahun 1855.
Sengkalan
miring
merupakan sengkalan lamba juga, tetapi mempergunakan kata-kata miring
(padanan), yang lebih rumit daripada sengkalan lamba. Misalnya sengkalan
"Lungiding Wasita Ambuka Bawana ". Kata lungid berarti
tajam; yang dimaksud adalah tajamnya senjata (gaman ), gaman
mempunyai watak 5. Kata wasita berarti pitutur jati , atau
nasihat suci; pitutur jati berkaitan dengan resi, wiku , atau pandhita
yang berwatak 7. Yang dimaksud dengan kata ambuka, adalah lawang
atau gapura yang berwatak 9, dan kata bawana maksudnya adalah bumi
yang berwatak 1. Diperoleh angka 5791, yang berarti tahun 1975.
Contoh
lain, misalnya "Naga Salira Ambuka Bumi ". Naga dan
salira merupakan lambang angka 8, ambuka lambang 9, dan bumi
lambang 1. Jadi tersusun 8891. Susunan angka ini harus dibalik, sehingga
menjadi tahun 1988.
Menurut
buku Babad Tanah Jawi (sejarah Majapahit), runtuhnya kerajaan Majapahit
ditandai dgn sengkalan "Sirna Ilang Kretaning Bumi" ,
masing-masing menunjukkan angka 0, 0, 4, dan 1, lalu dibalik menjadi 1400 Tahun
Saka atau 1478 M. Gedung DPRD Wonosobo diberi sengkalan "Sabda
Pandhawa Raga Nyawiji ", karena didirikan pada tahun 1957. Contoh
lain, misalnya ada orang yang lahir pada tahun 2011 M. Mula-mula angka ini
dibalik menjadi 1102, lalu pilih kata yang dianggap cocok, misalnya "Aji
Budaya Muluk Samya ". Artinya: nilai budaya yg terbang (manfaat,
berkembang) bersama sesama.
Sengkalan memet
memakai lukisan, gambar, atau ornamen, atau memakai Huruf Jawa. Sengkalan
memet dapat dijumpai pada arca, candi, atau gedung.
Di
bagian bagian atas gapura magangan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ada
ornamen dua naga, yang ekornya ke mengarah atas, lalu melilit, menyatu. Ornamen
ini dibaca "Dwi Naga Ngrasa Tunggal" . Dwi berwatak 2, naga
berwatak 8, ngrasa berwatak 6, dan tunggal berwatak 1. Diperoleh
susunan angka 2, 8, 6, dan 1,sehingga diperoleh tahun 1682, yaitu saat
dibangunnya bagian itu.
Di
kraton Surakarta, ada ornamen yang dibaca "Naga Muluk Tinitihan
Janma" . Naga berwatak 8, muluk (terbang) berwatak 0, tinitihan
(ditunggangi) berwatak 7, dan janma (manusia) berwatak 1; setelah
digabung menjadi 8071, setelah dibalik menjadi 1708.
Sengkalan
merupakan
chronogram (Yunani; chrono : waktu, gramma : huruf). Chronogram
adalah kalimat yang menyembunyikanangka-angka, yang berkaitan dengan tahun.
Sebagai contoh, kalimat AM ORE M ATV RI TAS, jika
diambil huruf yg bold , menjadi MMVI, lambang angka Romawi untuk tahun
2006. M y D ay C losed I I n I
mmortality, adalah chronogram , yang menunjukkan tahun wafatnya Ratu
Elizabeth I, MDCIII= 1603.
Berikut
adalah tembung (kata) dan wataknya.
Watak
1 (satu)
Benda
atau sifat yang berwatak 1, adalah:
1.
Cacahnya satu: aji (harga, nilai), bangsa , bathara , budaya,
budi , dewa , dhara (perut), gusti, hyang, nabi,
narendra , narpa (raja), narpati (raja), nata
(raja), pangeran, praja (negara), raja, ratu. swarga (surga), tata (aturan),
wani (berani), wiji (biji), urip (hidup).
2
Bentuknya bulat: bawana (bumi), bumi , candra (bulan), jagad
(bumi), kartika (bintang), rat (bumi), srengenge
(matahari), surya (matahari), wulan (bulan).
3.
Berarti ‘satu’: eka, nyawiji (menyatu) , siji, tunggal.
4.
Berarti ‘orang’: janma, jalma, manungsa, tyas, wong
Watak
2 (dua)
Benda
atau sifat yang berwatak 2, adalah:
1.
Cacahnya dua : asta (tangan), kuping, mata, netra, paningal
(mata), soca (mata), swiwi (sayap), talingan
(telinga), sungu (tanduk), supit.
2.
Fungsi no 1 di atas: ndeleng (melihat), ndulu (melihat), ngrungu
(mendengar)
3.
Berarti ‘dua’: apasang, dwi, kalih, kembar, penganten.
Watak 3
(tiga)
1.
Berarti ‘api’ : agni , dahana , geni , pawaka ,
puji
2.
Sifat api: benter (panas), murub (menyala), kukus (asap), panas
, sorot , sunar (sinar, cahaya), urub (nyala).
3.
Berarti ‘tiga’: hantelu, mantri , tiga, tri, trisula, trima, ujwala,
wredu
Watak
4 (empat)
1.
Berkaitan
dengan air: bun (embun), her , tirta, toya, samodra,
sendang, segara (laut), sindang, tasik (laut), wedang, udan.
2.
Berarti ‘empat’: papat, pat, catur, sekawan, keblat, warna (kasta)
3.
Berarti ‘bekerja’: karya, karta, kirti, kretaning, pakarti
Watak
5 (lima)
1.
Cacahnya lima: cakra (roda), driya (indra), indri, indriya,
pandawa
2.
Berarti ‘raksasa’ : buta , danawa, diyu, raseksa, raseksi, wisaya,
yaksa
3.
Berarti ‘senjata’: bana, gaman , panah, pusaka, sara, jemparing ,
warajang, lungid (tajam)
4.
Berarti ‘angin’ : angin , bayu, samirana, maruta, sindung
5.
Berarti ‘lima’: lima , gangsal, panca, pandawa
Watak
6 (enam)
1.
Berkaitan dengan ‘rasa’: amla, asin, dura, gurih, kecut, legi
, pait, pedes, rasa, sinesep, tikta
2.
Benda ‘asal rasa’: gendis, gula, uyah
3.
Berarti ‘enam’: nem, retu (enam tahun), sad,
4.
Hewan ‘berkaki enam’: bramara, hangga-hangga (laba-laba), kombang,
semut , tawon
Watak
7 (tujuh)
1.
Berkaitan dengan ‘petapa’: biksu, dhita, dwija, muni , pandhita,
resi, sabda, suyati wiku, yogiswara, wasita
2.
Berarti ‘kuda’ : aswa, jaran, kapal, kuda, turangga , wajik.
3.
Berarti ‘gunung’: ancala , ardi, arga, giri, gunung, prawata, wukir
4.
Berarti ‘tujuh’: pitu, sapta,
Watak
8 (delapan)
1.
Berkaitan
dengan ‘hewan melata’ : bajul, baya, bunglon, cecak, menyawak, slira,
tanu, murti.
2.
Berarti ‘gajah’: gajah, dirada , dwipangga, esthi, kunjara,
liman, matengga
3.
Berarti ‘naga’: naga, sawer, taksaka , ula
4.
Berarti delapan : asta, wolu
Watak
9 (sembilan)
1.
Benda
‘berlubang’: ambuka, babahan, butul (tembus), dwara, gapura, gatra
(wujug), guwa, lawang, rong, song, trusta, wiwara, wilasita,
2.
Berarti ‘sembilan’: nawa, raga, rumaga, sanga.
Watak
0 (nol)
1.
Bersifat
tidak ada atau hampa: asat, boma, gegana, ilang , murca (hilang)
, musna , nir (tanpa), sirna (hilang), suwung, sunya,
tan, umbul (melayang).
2.
Berarti ‘langit’: akasa, gegana, dirgantara, langit, swarga, tawang ;
3.
Sifat langit: duwur, inggil, luhur
4.
Bersifat menuju langit : tumenga, mumbul, muluk, mesat
Untuk
membuat sengkalan, kalimat harus punya makna yang utuh, puitis, dan indah.
Untuk
tahun 2012 ini ada beberapa contoh sengkalan seperti :
Nyawang
Praja Adoh Lumaku.
Nyekel
Bumi Tanpa Tangan.
Manembah
Gusti tanpa Mata.
Manembah
Gusti Swarga Keasta.
Nyembah
Gusti tanpa Swiwi, dll.