Sejarah terciptanya 20 huruf bahasa Jawa
yang disebut Hanacaraka atau Carakan Jawa dimana Hanacaraka ini menurut sejarah
diciptakan oleh Raja Sariwahana Ajisaka yang bertahta di India, beliau
jugalah yang menciptkan perhitungan kalender tahun Saka sebelum
munculnya Kalender Jawa ciptaan Sultan Agung Mataram.
Huruf Hanacaraka ini terdiri dari 20 aksara berupa suku kata yang terbagi
menjadi 4 baris. Setiap suku kata dan setiap barisnya masing-masing memiliki
makna filosofis mengenai kehidupan manusia dari semenjak lahir hingga
meninggal.
Berikut ini adalah makna filosofis ke dua
puluh suku kata yang membentuk aksara Jawa ini :
1. Ha berarti Hidup
2. Na berarti Hampa
3. Ca berarti Cahaya atau Nur
4. Ra berarti Ruh atau Rasa
5. Ka berarti Menyatu atau Berkumpul
6. Da berarti Menjadi atau Berwujud
7. Ta berarti Titik atau Noktah
8. Sa berarti sebuah atau suatu
9. Wa berarti bentuk atau wujud
10. La berarti abadi atau langgeng
11. Pa berarti meninggal atau wafat
12. Dha berarti berdagang atau jual beli
13. Ja berarti Jiwa atau berjiwa
14. Ya berarti sabda atau firman Tuhan
15. Nya berarti pasrah
16. Ma berarti sebab akibat
17. Ga berarti pendamping, suami istri
18. Ba berarti hamil atau mengandung
19. Tha berarti tumbuh, bersemi, berkembang
20. Nga berarti alam fana atau dunia
Uraiannya :
Ha Na Ca Ra Ka
Hanacaraka berarti adanya utusan manusia (Hana kong-kongan = Bahasa Jawa).
Secara filosofis diartikan sebagai adanya utusan dari Tuhan yang Maha Esa dua
orang utusan, seorang pria dan wanita.
Da Ta Sa Wa La
Datasawala berarti terjadi perselisihan atau peperangan (Padha Peperangan =
Bahasa Jawa).
Secara filosofis diartikan sebagai timbulnya perpecahan diantara ke dua utusan
tersebut.
Pa Dha Ja Ya Nya
Padajayanya berarti mereka sama-sama saktinya (Padha Digdayane = Bahasa Jawa)
Secara filosofis diartikan bahwasanya kedua jenis manusia tersebut (pria dan
wanita) dalam menjalani kehidupan sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing namun bisa saling melengkapi satu sama lainnya.
Ma Ga Ba Tha Nga
Magabathanga berarti tak ada yang menang dan tak ada yang kalah, keduanya
sama-sama meninggal (Sampyuh = Bahasa Jawa)
Secara filosofis diartikan pada akhirnya kedua jenis manusia tersebut (pria dan
wanita) akan meninggal dan menjadi sesuatu yang tiada berguna namun demikian
usaha dan upaya yang telah dilakukan selama mereka hidup hanya memberikan
kepuasan keduniawian semata.
Apabila diringkas dalam bahasa yang sederhana
maka makna dari 4 baris ke 20 aksara Hanacaraka Carakan Jawa tersebut memberi
petuah kepada kita bahwasanya selama kita hidup di dunia ini tak ada yang
langgeng lestari. Kesuksesan duniawi pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang
tak berguna setelah kita meninggal nantinya. Ibarat kata : Kekayaan dan Uang
tidak akan dibawa sampai ke liang kubur kita. Makna spiritual yang hendak
disampaikan adalah tak peduli kita pria atau wanita maka hendaklah bisa
seimbang secara duniawi dan spiritual dalam menjalani kehidupan ini agar bisa
mencapai kebahagiaan hakiki.
0 komentar:
Posting Komentar